Saat itu plat aluminium lebih mudah didapatkan dibandingkan plat besi.

Ciri paling unik dari mobil-mobil Land Rover dan juga Range Rover adalah penggunaan bahan almunium untuk bodinya.

Material ringan ini mampu memberikan kontribusi signifikan terutama pada bobot kendaraan. Selain itu, keuntungan material ini juga nyaris bebas perawatan.

Namun tahukah Anda? Bahwa semua itu justru hadir dari sebuah keterbatasan dan ‘reuse’ material dari sisa-sisa produk di masa perang?

Pasca Perang Dunia II, Inggris membutuhkan kendaraan yang dapat digunakan di pertanian dan sekaligus alat transportasi. Maurice Wilks, Chief Designer Rover Company pun melirik konsep dasar dari Willys MB atau Ford GPW, kendaraan Amerika yang cukup menonjol semasa perang berlangsung karena kemampuannya untuk menempuh berbagai kondisi medan.

Wilks ingin menciptakan kendaraan 4x4 versinya sendiri yang menitik beratkan pada kegunaannya dalam dunia pertanian. Dalam riset yang dilakukan, Wilks membuat prototipe dengan menggunakan sasis dan gardan milik jip Amerika. Dalam mewujudkannya, Wilks pun memutuskan untuk menggunakan bahan-bahan sisa perang untuk bodi part alumunium yang diambil dari sisa produksi pesawat terbang yang ada di Inggris.

Material yang sohor disebut sebagai Birmabright ini dipilih lantaran lebih mudah didapati dibandingkan material plat besi setelah masa perang berakhir.

Prototipe muncul pada 1947 dengan letak stir di bagian tengah ini pun kemudian juga dilabur dengan cat hijau muda sisa pelapis kabin pesawat tempur legendaris Inggris, Splitfire.

Versi produksi awal Land Rover di 1948 mengalami perubahan banyak dibandingkan dengan prototipenya. Sasis, gardan hingga  drivetrain berbeda dan merupakan murni hasil engineering Inggris. Namun, hanya satu saja yang tetap digunakan yakni material bodinya yang bersikeras menggunakan aluminium. Material ringan ini pun tetap dipergunakan oleh Land Rover hingga 70 tahun kemudian.