Regulasi yang berpihak pada penggunaan mobil listrik jadi faktor penentu.

Kesuksesan mobil listrik maupun mobil hybrid di sejumlah negara maju tak lepas dari sistem peraturan yang berlaku di negara tersebut. Sistem inilah yang menjadi dasar hitungan menarik atau tidaknya mobil listrik ataupun hibrid dan sejenisnya.

Dalam suatu kesempatan Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi, mengatakan bahwa terpenting mengenai mobil listrik adalah regulasi dan pajak yang berpihak. “Tanpa peraturan yang berpihak kepada mobil listrik ataupun ragam mobil hibrid maka tidak akan menarik perhatian pasar,” terang Nangoi saat ditemui beberapa waktu silam. “Harga mobil listrik ataupun hibrid berada di atas harga rata-rata mobil konvensional. Jadi harga tinggi tanpa ada iming-iming pajak rendah dan intensif lainnya maka tidak akan menarik minat sebagian besar pasar,” sambungnya.

“Indonesia telah menentukan roadmap mengenai kendaraan listrik. Dicanangkan pada 2025 nanti 20% mobil yang beredar di Indonesia merupakan mobil listrik ataupun sejenisnya,” ungkapnya. “Pemerintah tengah menggodog perundangan terutama pajak sehingga mobil listrik memiliki daya tarik kuat bagi masyarakat,” imbuhnya.

Saat ini banderol yang lebih tinggi sebuah mobil listrik ataupun hibrid dibandingkan dengan mobil konvensional mungkin masih bisa diterima. Hal ini berkenaan dengan teknologi dan perangkat tambahan yang dijejalkan sehubungan dengan fungsi mode elektrik ataupun hibridnya. Sayangnya di Indonesia pajak yang harus rela dibayarkan masih berada jauh di atas mobil konvensional.

Hal yang cukup kontras dengan kondisi yang ditemui di berbagai negara yang telah merumuskan perundangan yang lebih berpihak pada pengguna mobil listrik atau hibrid. Ujung-ujungnya skema pajak yang lebih ringan menjadi salah satu faktor utama beralihnya orang dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik dan hibrid.